Text
PENERAPAN SANKSI PIDANA SUAP AKTIF DAN SUAP PASIF BAGI PEJABAT NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
ABSTRAK
Kejahatan korupsi yang telah merajalela telah menyebabkan krisis multi dimensi sejak tahun 1997 hingga sekarang. Hal ini perlu dilakukan penanggulangan yang tepat agar korupsi dapat diminimalisir. Tindak pidana korupsi dikategorikan pada beberapa tindak pidana, yaitu penyuapan, gratifikasi, dan pemerasan yang dilakukan pegawai pemerintah ataupun pejabat negara, akan menentukan sanksi yang di dapat. Permasalahan yang akan di bahas dalam tesis ini ialah: (1) Penerapan sanksi pidana penyuapan bagi pegawai negeri atau penyelenggara, dan (2) Penerapan penyidik atas tindakan pelaku suap aktif dan suap pasif berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif analitis, yaitu melalui pendekatan yuridis normatif serta menggunakan data berupa bahan primer, sekunder, dan tersier berupa peraturan perundang-undangan, literatur hukum dan buku-buku. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan mengenai penerapan sanksi pidana suap aktif dan suap pasif bagi pejabat negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa: (1) Jika seorang pegawai negeri atau penyelenggaran negara menerima pemberian atau sesuatu janji sehingga tidak menjalankan kewajibannya dengan baik, maka ancamannya diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). (2) Untuk menentukan pelaku suap aktif dan suap pasif. Yang pertama melihat unsur penyuapan, yaitu adanya pemberian atau sesuatu janji yang akan dipenuhi oleh pihak yang membutuhkan keterlibatan pegawai negeri atau penyelenggara negara agar tidak menjalankan kewajiban dengan semestinya. Kedua, dilihat dari kedudukan penerima suap, dia memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. Ketiga, meninjau dari keterlibatan pelaku penyuap aktif, pihak ini yang terlebih dahulu melakukan upaya pemberian atau menjanjikan sesuatu, dapat dikatakan pelaku suap aktif yang memulai untuk tindak pidana ini dilakukan. Keempat, jika pelaku pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima atau terbujuk atas pemberian atau janji sesuatu agar tidak menjalankan kewajibannya, maka dapat dikenakan sebagai pelaku suap pasif.
P0000125 | L210130024 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain