Text
EKSISTENSI UNSUR MENS REA SEBAGAI SYARAT PEMIDANAAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN
ABSTRAK
Indonesia adalah Negara Hukum. Tugas negara yang berlandaskan hukum, adalah melaksanakan ketertiban dan keadilan. Diundangkannya KUHPidana dan peraturan perundang-undangan pidana lainnya adalah salah satu contoh peran Indonesia sebagai Negara Hukum. Salah satu asas untuk menjatuhkan pidana dalam Hukum Pidana dikenal asas kesalahan (Mens Rea/Niat Jahat), yang menyatakan bahwa tiada satu orang-pun dapat dipertanggung-jawabkan, terhadap hukum pidana, tanpa ia melakukan suatu perbuatan pidana karena sengaja ataupun karena kealpaan. Namun dalam praktik putusan pengadilan, terdapat putusan pemidanaan tanpa adanya Mens Rea. Praktik seperti ini pernah terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2088 K/Pid. Sus/2012 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 10/Pid. Sus/TPK/2012/PT. BJM, tanggal 25 Juli 2012 Jo Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 31/Pid. Sus/Tipikor/2011/PN. BJM, tanggal 8 Mei 2012, atas nama terdakwa Drg. Cholil, M. Kes. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diteliti bagaimana kekuatan hukum putusan pemidanaan yang di dalam pertimbangan hukumnya menyatakan tidak ditemukan adanya Mens Rea ? dan bagaimana upaya hukum dari terpidana yang diputus bersalah dan dipidana sementara dalam pertimbangan hukumnya menyatakan tidak ditemukan adanya Mens Rea ?.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, sedangkan spesifikasi penelitiannya adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan menggunakan metode kualitatif sebagai metode analisis data dan teknik Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen di perpustakaan maupun di lapangan dan teknik wawancara dengan beberapa pihak terkait.
Berdasarkan hasil penelitian, didapat bahwa dalam Putusan pemidanaan yang tidak ada unsur Mens Rea, adalah putusan yang cacat hukum. Selain itu putusan yang demikian tidak memperhatikan asas hakim harus menggali, nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. dan asas penetapan atau putusan harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Bahwa putusan pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dibatalkan. Namun demikian putusan yang cacat, tidak serta merta batal dengan sendirinya. Perlu adanya upaya untuk membatalkan putusan demikian melalui upaya hukum peninjauan kembali. Putusan pemidanaan yang tidak terdapat unsur Mens Rea (niat jahat), akan menyebabkan kerugian bagi Terdakwa. Putusan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan bagi Terdakwa, karena tidak mengindahkan asas Mens Rea. Satu-satunya upaya untuk membatalkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, adalah dengan pengajuan permohonan PK, karena alasan apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain dan alasan Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Selain pengajuan PK, dapat juga mengajukan eksaminasi putusan atau pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) dan atau dakwaan (jaksa).
P0000133 | L210170025 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain